Siapa menyangka dan siapa mengira jika di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, berdiri sebuah bangunan dengan usia sekitar 500 Tahun? Bangunan terbuat dari kayu yang terlihat masih terawat dengan sangat baik ini, "menyelip" di tengah perkampungan dan kerimbunan pepohonan. Butuh kebulatan tekad dan kelurusan niat yang sempurna agar dapat sampai di lokasi yang berada di titik koordinat -6.338225,107.06994 ini.
Berjarak kurang lebih 750 meter dari Kantor Desa Cikedokan, Kecamatan Cikarang Barat, ada beberapa akses yang bisa kita tempuh menuju lokasi ini. Pertama, akses dari arah Cileungsi melalui jalur alternatif Setu. Dari arah Cileungsi menuju Setu, setelah melewati Desa Taman Sari dan pertigaan Setu Cimuning, sebelum Pasar Setu, kita mengarahkan kendaraan ke arah kanan. Jalan berkelak kelok dengan perkampungan penduduk dan diselingi persawahan di wilayah Desa Telajung, mengarahkan kita menuju Desa Cikedokan.
Kedua, akses dari Jonggol - Cibarusah - Serang. Apabila kita ingin menuju ke Saung Ranggon melalui jalur ini, maka dari arah Cibarusah pada pertigaan Kampung Cijambe, Desa Sukadami, sebelum SPBU Serang, kita arahkan kendaraan ke kiri melintasi Jalan Raya Serang - Setu. Sama halnya dengan akses pertama, di jalur kedua ini akan kita jumpai pula jalur yang berkelok-kelok, naik turun dengan selingan perkampungan dan persawahan. Kurang lebih berjarak 5 kilometer, akan sampai kita di Desa Cikedokan.
Akses ketiga, melalui Kawasan Industri MM-2100. Arahkan kendaraan kita menuju pinggiran kawasan menuju perkampungan Desa Jatiwangi. Jalan Desa selebar kurang lebih 6 meter yang sudah rapi berbeton, akan dengan cepat mengantarkan kita menuju Kantor Desa Cikedokan dan segera bersua dengan Saung Ranggon.
Kita bisa beristirahat sejenak di depan Kantor Desa Cikedokan ini. Jika anda menuju ke tempat ini dengan mengayuh sepeda, melemaskan kaki sejenak dan meneguk air mineral bisa dilakukan. Jika anda menuju tempat ini dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua kesayangan, anda bisa mendinginkan pantat dari gesekan jok sepeda motor yang panas. Kantor Desa Cikedokan, berada tepat di pojok pertigaan, sehingga dengan lokasinya yang demikian ini sering dijadikan tempat beristirahat warga dengan berbagai macam keperluannya. Jika anda memilih akses yang ketiga, misalnya, maka untuk menuju Saaung Ranggon yang berjarak ± 750 meter lagi, silahkan lurus saja, jangan belok ke kiri. Karena jika berbelok ke kiri, maka anda akan menuju ke arah Serang atau Setu.
Jalan selebar ± 3 meter yang lagi-lagi juga berkelok-kelok ini, tidak membuat kita bosan, karena mata kita akan dimanjakan dengan hijaunya berbagai macam tumbuhan dan pepohonan yang rindang. Beberapa jenis hasil bumi terkadang sedang dalam proses panen, seperti lengkuas, kunyit, jahe, dan sejenisnya. Mobil-mobil bak terbuka terlihat parkir di pinggir-pinggir jalan menunggu muatan hasil bumi ini.
Setelah berkendara sekitar 5 sampai 10 menit, maka sampailah kita di lokasi yang kita tuju: Saung Ranggon.Berdasarkan papan nama yang terpasang, Saung Ranggon ini masuk ke dalam kategori cagar budaya yang dilindungi. Papan nama berwarna dasar putih yang sudah agak berkarat ini, dipasang oleh Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah, dan Nilai Tradisional pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat.
Pada baris terakhir, papan nama ini mengutip Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)".
Cukup sudah kita cermati peratruan perundangan ini, dan selanjutnya, marilah kita langkahkan kaki menuju lokasi yang agak menjorok ke dalam sekitar 100-an meter. Berbagai macam pohon berjenis kayu keras seperti Durian, Rambutan, Mahoni, Nangka dan sebagainya, akan menyapa kehadiran kita. Bunyi burung dan entah binatang apa namanya terdengar riuh bersahut-sahutan. Ah, indah sekali... dan hampir tidak percaya bahwa lokasi ini masih masuk wilayah Kabupaten Bekasi.
Dalam situs resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat, di sana dituliskan sejarah Saung Ranggon ini. Disebutkan bahwa Saung Ranggon menurut kuncen Bapak Tholib, dibangun kira-kira pada abad-16, oleh Pangeran Rangga, putra Pangeran Jayakarta, yang datang dan kemudian menetap di daerah ini. Saung ini kemudian terkenal dengan sebutan Saung Ranggon, ditemukan oleh Raden Abbas tahun 1821. Dalam bahasa Sunda saung berarti saung/ rumah yang berada di tengah ladang atau huma berfungsi sebagai tempat menunggu padi atau tanaman palawija lainnya yang sebentar lagi akan dipanen. Biasanya saung dibuat dengan ketinggian di atas ketinggian 3 atau 4 meter di atas permukaan tanah. Hal ini diperlukan untuk menjaga keselamatan bagi si penunggu dari gangguan hewan buas, seperti babi hutan, harimau dan binatang buas lainnya. Pangeran Jayakarta merupakan tokoh dalam sejarah Betawi, khususnya Jakarta dan Bekasi pada masa kedatangan Belanda yang mencoba menanamkan kekuasaan atas daerah Jakarta dan Bekasi dan sekitarnya. Saung ini merupakan bagian dari basis perlawanan masyarakat Bekasi terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Menginjakkan kaki di area seluas 500 meter persegi ini, telapak kaki kita akan dimanjakan dengan tanah yang dipasang batu-batu seukuran sekepalan tangan yang diatur dengan rapi. Susunan bebatuan ini terpasang hampir di seluruh penjuru area Saung Ranggon. Tidak ada keterangan sejak kapan bebatuan ini dipasang, apakah seusia dengan tuanya bangunan Saung Ranggon, ataukah terpasang pada waktu kini.Kita berharap, semoga keberadaan Saung Ranggon yang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat telah dikelola dengan baik ini tetap bisa bertahan sebagai warisan harta yang tak ternilai harganya bagi generasi anak cucu. Terlebih dia sudah berusia sekitar 500 Tahun, warisan ini menjadi semakin demikian luar biasanya.
Namun fakta di lapangan membuktikan hal yang mencengangkan, bahwa lokasi Saung Ranggon yang sangat rimbun ini, berjaraka hanya beberapa ratus meter dari Kawasan Industri yang biasanya "rakus" dengan lahan. Kita bisa melihat dan membuktikannya melalui citra satelit yang tersedia di google map dan sejenisnya. Akankah keberadaan Saung Ranggon ini mampu terus bertahan hingga ratusan tahun ke depan? Semoga saja.
0 komentar:
Posting Komentar